Oke, cerita saya masih seputar wilayah Timur Indonesia, Maluku.
Perjalanan saya kali ini bisa dibilang di luar rencana. Pasalnya, saya hanya berniat mengunjungi teman lama di Kota Masohi, Maluku Tengah.
Pagi sekitar jam 07:00 WIT saya mendapat telpon dari no & nama yang cukup saya kenal, teman lama sewaktu kuliah dulu yang memang orang asli Maluku. Setahu saya dia sedang bekerja di Jakarta, namun karena sedang ada urusan selama dua bulan ke depan dia berada di kampuung halaman bersama keluarga, Masohi.
Mengetahui dia sedang berada di Masohi, saya pun sigap mengemas beberapa potong pakaian & persiapan kecil lainnya untuk segera berangkat menuju kota yang dulu pernah diresmikan oleh Presiden Pertama Indonesia Ir.Soekarno, Masohi.
Dari kota Ambon saya bergegas menuju pelabuhan kapal cepat di Tulehu, hanya mamakan waktu 45 menit dengan sepeda motor. Berbeda dengan kapal Ferry, kapal cepat memiliki ukuran lebih kecil & kapasitas penumpang lebih sedikit dibanding Ferry. Namun waktu tempuh kapal cepat jauh lebih singkat dibanding Ferry. Dari pelabuhan Tulehu, hanya memakan waktu 2 jam menuju pelabuhan Amahai, Masohi, Sedangkan kapal Ferry 5 jam.
Di pelabuhan Tulehu kapal cepat hanya melayani trip 2 kali sehari, yaitu jam 08:30 WIT dan jam 15:00 WIT. Dengan membayar tiket 115rb saya sudah bisa menyebrang ke Masohi.
Saya dibuat kaget sesampainya di dalam kapal. Saya membayangkan bisa sedikit duduk besantai sambil menikmati indahnya laut & hamparan pegunungan. Namun kenyataan jauh dari harapan. Kapal yang saya tumpangi penuh sesak dengan penumpang. Dan saya pun harus memilih duduk dekat pintu masuk kapal dengan beralaskan potongan kardus bekas minuman. Tapi justru saya sangat menikmati meski duduk harus “lesehan”.
Sedikit terombang-ambing memang karena kuatnya angin dan besarnya ombak, ditambah ukuran kapal yang lebih mirip seperti kapal menagkap ikan. 2 jam perjalanan hanya laut dan jejeran pegunungan yang saya liat. Namun sesekali saya melihat di kejauhan rombongan lumba-lumba yang berenang ke permukaan.
Tepat jam 11:00 WITA siang saya sudah berada di pelabuhan Amahai, Masohi. Sambil menunggu antrian di pintu keluar saya mengambil beberapa foto sebagai kenang-kenangan.
“Reza . . .” teriak teman saya dari kejauhan. Saya langsung berlari kecil menuju pusat suara. Sambil berpelukan kami pun saling menanyakan kabar karena sudah lama tidak bertemu.
Dari pelabuhan Amahai saya dibonceng dengan sepeda motor menuju ke arat timur Pulau Seram. “kita kemana?”, “ke Ninivala” jawabnya. Dengan berbekal HP saya pun penasaran makhluk seperti apa Ninivala yang disinggung oleh teman saya.
Ternyata . . .
Saya bertambah semangat setelah melihat beberapa foto di internet begitu saya mengetikkan kata ‘Ninivala’.
Kurang lebih 2 sampai 3 jam perjalanan saya menggunakan sepeda motor menuju Ninivala dari pelabuhan Amahai. Sepanjang perjalanan, hamparan laut biru dan jejeran pohon kelapa yang saya pandang. Di perjalanan kami singgah sebentar karena melihat warna air laut yang sangat biru, saya tidak tau nama daerahnya karena tidak ada rumah penduduk di situ dan sinyal HP juga tidak ada.
Benar saja, saya takjub melihat pemandangan laut yang begitu indah. Ditambah tidak ada pasir yang saya temui di sepanjang bibir pantai. Namun batu-batu tipis yang sering dipakai untuk bermain dan dilempar ke air agar tercipta beberapa kali lompatan ketika dilempar secara datar. Tidak hanya Pantai, deretan gunung yang menjulang juga menjadi pemandangan yang menyegarkan mata selama perjalanan.
Tak lama kemudian kami pun melanjutkan perjalanan. Saya tau tujuan kami sudah dekat setelah melewati jembatan dengan air yang sangat jernih dan sedikit kebiruan di bawahnya. Dari jalan utama kami mengambil jalan ke kiri menuju Ninivala. 30 menit kami melewati hutan dan tanjakan yang curam dan akhirnya sampai di Mata Air Ninivala.
Sekali lagi, saya benar-benar tak bisa berkata apa-apa untuk menjelaskan betapa indahnya pemandangan yang sedang terpampang di depan mata saya. Lingkaran kolam kecil dengan air yang sangat jernih & biru serta mengeluarkan gelembung-gelembung kecil seperti mendidih dengan pohon menjulang di tengahnya, itulah saya lihat saat itu. Seperti di negeri dongeng. Saya baru pertama kali melihat ada mata air yang berwarna biru dan lokasinya berada di tengah-tengah hutan belantra.
Setelah mengabadikan beberapa foto dan tanpa berpikir panjang saya pun langsung terjun ke kolam yang super dingin. Seperti membeku rasanya kepala saya karena dinginnya mata air Ninivala. Sesekali saya meraba sumber mata air yang berada di dasar kolam karena pesanaran. Ternyata airnya tidak panas & mendidih seperti yang terlihat, namun mata air yang keluar dari rongga-rongga kecil di dasar kolam menciptakan gelembung-gelembung kecil yang sepertinya mendidih jika dilihat dari atas.
Ya, Ninivala adalah Telaga mata air biru yang cukup populer di tengah-tengah masyarakat Maluku terutama Masyarakat Pulau Seram. Lokasinya berada di Desa Yaputih Kecamatan Tehoru Maluku Tengah, kurang lebih 115 km dari pusat Kota Masohi.
Jika anda berencana ke Ninivala, maka kendaraan yang sangat saya rekomendasikan adalah sepeda motor karena curamnya tanjakan dan ada beberapa patahan jalan yang cukup dalam dan tentunya sulit dilalui jika menggunakan mobil. Saat ini Ninivala memang sudah dikelola oleh masyarakat sekitar sehingga sudah ada tanda berupa gapura di pintu masuknya. Tak jauh dari pintu masuk juga sudah ada beberapa gazebo untuk beristirahat. Saya tidak tahu berapa persisnya tiket masuk ke Ninivala karena ketika saya datang kondisinya sedang ditutup sementara selama pandemi. Namun karena mengajak warga asli Yaputih saya pun bisa dengan bebas masuk & menikmati birunya air telaga Ninivala.
Lokasi : https://goo.gl/maps/5BEFGnLNpfFU5Rqf8