Halo, apa kabar?
Pagi tadi seperti biasa saya pergi belanja ke pasar tradisional di dekat rumah di Lawang, Jawa Timur. Di sana saya tidak sengaja bertemu dengan salah satu jajanan pasar kesukaan saya ketika masih kecil dulu. Saya membeli kue lapis (beras). Saya punya cerita dengan kue manis ini.
Sesuai namanya, kue lapis memiliki tampilan yang berlapis-lapis (layering) yang jika dilihat sepintas mirip corak zebra cross. Umumnya kue lapis yang dijual di pasar tradisional terdiri dari dua corak warna, yakni coklat-putih, hijau-putih, atau merah-putih. Walau kini sudah ada tren untuk membuat kue lapis dengan gradasi warna mejikuhibiniu.
Corak warna pada kue lapis ini bergantung pada pewarna makanan dan bahan perisa yang digunakan. Kue lapis berwarna coklat-putih memiliki rasa cokelat, warna hijau-putih untuk rasa pandan, dan kue lapis yang berwarna merah-putih memiliki rasa, ngg…, saya tidak tahu, karena kue lapis yang saya beli coraknya coklat-putih. Artinya kue lapis yang saya beli ini memiliki rasa: cokelat. BENAR! DUA JUTA RUPIAH!!
Kue lapis dibuat dengan cara dikukus. Bahan-bahan pembuatnya juga cuma tepung beras, tepung kanji, santan kelapa, gula pasir, sedikit garam, pewarna makanan, dan vanili bubuk. Kecuali pewarna makanan dan vanili bubuk, bahan-bahan lainnya (umumnya) amat mudah ditemukan di dapur setiap orang. Kue lapis tipe penganan tradisional yang bersahaja. Bahan pembuatnya dari apa yang biasa ada di rumah.
Setelah semua bahan pembuatnya dicampur hingga menjadi adonan encer dan sebagian di antaranya diberi pewarna, adonan kue lapis ini kemudian dituang ke dalam loyang yang telah diletakkan di panci pengukus. Adonan yang dituang tidak boleh terlalu banyak agar bisa membentuk satu lapisan kue tipis.
Setelah ditunggu beberapa saat kemudian yang dituang adalah adonan dengan warna yang berbeda ke atas adonan yang pertama. Begitu seterusnya hingga semua adonan habis dan kue membentuk lapisan yang menarik. Kukus lagi hingga kue matang sempurna. Kemudian potong-potong melintang sesuai selera setelah kue matang dan dingin. Jadilah kue lapis.
Ketika dipegang, kue lapis akan terasa kenyal dan sedikit lengket (Jawa: pliket). Karenanya kue lapis (hampir) selalu ditawarkan dalam potongan-potongan kecil berselubung plastik bening. Biar tidak saling lengket dengan kue-kue lainnya sementara lapisan-lapisannya yang indah bisa tetap terlihat.
Ada dua cara untuk menikmati sepotong kue lapis (catatan: di kampung, kue-kue tradisional hampir selalu disantap dengan tangan. Jarang yang pakai sendok-garpu-pisau. Jadi pastikan tangan Anda selalu bersih). Cara yang pertama adalah dengan menggigitnya begitu saja. Sementara cara kedua adalah dengan “menguliti” kue lapisnya selapis demi selapis. Kebiasaan saya dari kecil adalah menyantapnya selapis demi selapis.
Memang, beberapa orang akan menganggap cara makan seperti ini kekanak-kanakan. Tapi seru, tahu!? Dengan menyantap kue lapis selapis demi selapis kita akan bisa mencecap rasa yang berbeda pada tiap lapisannya. Lapisan yang berwarna (coklat/hijau/merah) akan memiliki rasa yang khas (cokelat/pandan/sirup mawar), sementara lapisan yang putih hanya akan manis saja (dan gurih santan kelapa).
Di pasar tradisional di dekat rumah di Lawang, Jawa Timur, kue lapis seperti ini dibandrol dengan harga seribu rupiah per potong. Dan jangan sampai tertukar dengan kue lapis (Surabaya). Kalau Anda bilang ingin beli kue lapis, maka hampir pasti yang akan disodorkan kepada Anda adalah kue lapis (beras) ini. Oke?
Terima kasih sudah membaca. Lain kali kita cerita-cerita lagi. Salam!
———————
TRIVIA:
Umumnya kue lapis hanya memiliki dua corak warna. Coklat-putih, hijau-putih, atau merah-putih. Itu karena dengan begini si pembuat kue hanya perlu menambahkan satu jenis warna saja pada adonan kuenya. Coklat, hijau, atau merah. Adonan asli kue lapis berwarna putih. Ngirit.