[upload|eQ1PaJWyybTpEmDxKmag7w==]
Senangnya hari ini bisa melihat sebuah bangunan perpustakaan sekolah yang masih kokoh berdiri di tengah terjangan gempa dan tsunami pada Nopember 2018.
Perpustakaan di SD Inpres Buluri Palu ini letaknya tidak terlalu jauh dari area pantai. Hanya saja buku buku koleksi perpustakaan sekolah ini sudah tidak ada lagi karena terendam air laut.
Dan pagi ini tim Disaster Risk Reduction dari Wahana Visi Indonesia berkunjung ke sekolah ini untuk mengadakan edukasi tentang pengurangan resiko bencana dalam rangka menyambut hari Kesiapsiagaan Bencana 2019. Selain dari tim WVI, ada dua SKPD dari pemda Sulteng yang ikut dalam kegiatan ini. Mereka berasal dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulteng dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sulteng.
Kedua SKPD tersebut memberikan penjelasan singkat kepada adik adik yang pagi ini berada di ruang perpustakaan sekolah. Penjelasan ini sangat diperlukan karena kedua instansi ini sangat erat kaitannya dengan kondisi anak anak yang terkena dampak bencana.
Posyandu KEK Baiya
Perjalanan roadshow Disaster Risk Reduction berlanjut ke daerah Baiya yang merupakan salah satu posko pengungsian yang dihuni oleh sekitar 500 keluarga. Sebuah lapangan yang berada di area KEK Baiya Palu menjadi tempat tenda tenda berdiri yang selama kurang lebih 4 bulan menjadi tempat tinggal sementara.
Saat ini kondisi tenda sudah banyak yang kosong. Di samping lapangan ini sudah dibangun kurang lebih 30 Huntara (hunian sementara) yang sudah dilengkapi dengan listrik dan jaringan air minum.
Sore ini sebuah bangunan sederhana yang dijadikan sebagai Posyandu menjadi ramai karena kehadiran adik adik yang nampak sudah tak sabar mendengarkan dongeng. Masih bersama Wahana Visi Indonesia, DPPPA dan BPPD Sulteng yang berkolaborasi melaksanakan roadshow pengurangan resiko bencana untuk anak anak. Selain sebagai posyandu, bangunan ini juga sering digunakan oleh beberapa lembaga kemanusiaan sebagai ruang sahabat anak. Berbagai kegiatan menyenangkan dilakukan di tempat ini.
Semua anak sepertinya sudah hapal lagu tentang gempa dan bagaimana cara melindungi dirinya. Lirik dari lagu Pelangi Pelangi sudah dirubah menjadi sebuah lagu yang sudah mereka hapal diluar kepala.
Kendala di beberapa posko pengungsian adalah ada beberapa anak yang belum bisa menulis. Walaupun beberapa dari mereka sudah duduk di kelas 3 SD, kemampuan menulisnya masih sangat kurang. Sebagai contoh ketika saya meminta mereka menulis namanya, sebagian anak masih bingung dan tidak tahu menulis namanya sendiri.
Padahal salah satu target dari kegiatan ini adalah anak mengenali identitas dirinya sendiri. Sehingga ketika mereka terpisah dari keluarga, pengumpulan database menjadi lebih mudah.
Saya memberikan masukan kepada volunteer dari Wahana Visi Indonesia agar kegiatan di Ruang Sahabat Anak juga mengajarkan mereka untuk lebih bisa membaca dan menulis.