“Sworo angin, angin sing ngreridu ati.
Ngelingake sliramu sing tak tresnani.
Pingin nangis ngetokke eluh neng pipi.
Suwe ra weruh senadyan mung ono mimpi…”
(Banyu Langit — dipopulerkan oleh Didi Kempot)
Malam Minggu. Di sebuah kedai kopi di dekat Batu. Terdengar suara Didi Kempot sendu-mendayu dari pelantam yang dipasang di bawah atap. Lagunya tentang seorang insan yang setengah putus asa merindukan ia, sang kekasih, yang lama tak ia jumpa. Begitu merindu hingga tak terasa air mata leleh neng pipi.
Tapi jangan kau sedih, Kawan. Sekalipun barangkali kamu #sobatambyar, #jomblomenahun, atau #bojoketikung, asalkan kamu memiliki kontak rekan-rekan #MalangLocalGuides, niscaya malam Minggu kamu tidak akan kelabu-kelabu amat. Seperti di hari itu, Sabtu, 14 September 2019, “Malam Minggunya Malang Local Guides: Foodcrawl di Kopi Asmara, Malang!”
———————
PENAFIAN: Ini adalah Meet Up bersponsor. Malang Local Guides berterima kasih kepada Kopi Asmara yang telah mensponsori Meet Up kali ini dengan menyediakan makanan dan minuman untuk dicicipi secara gratis. Mereka mengerti bahwa tidak satupun dari Local Guides yang menjanjikan kontribusi dalam bentuk apapun terkait bisnis yang bersangkutan sebagai imbal balik atas sponsor yang diberikan.
———————
Tema Meet Up malam itu adalah Foodcrawl, yakni sebuah petualangan rasa mencicipi beragam makanan dan minuman di sebuah kedai, memotretnya, untuk kemudian membagikan ulasannya di Google Maps. Tak kurang dari 6 orang Local Guides menghadiri Meet Up kali ini. Dan yang bertindak sebagai Host Meet Up adalah Sdri. Atik the Explorer.
“Mau ke mana, kita? Kopi Asmara!” ujarnya.
Pukul 17:30 WIB ternyata sudah ada rekan Local Guides, Sdr. Wahyu Sofyan, yang hadir di lokasi Meet Up kendati Meet Up-nya sendiri dijadwalkan baru akan dimulai satu jam kemudian. Ba’da Maghrib. Lalu saya sendiri ada di mana? Saya sedang tersasar di atas bukit di tengah-tengah kebun jeruk sembari mengipasi mesin motor 2tak saya yang overheat karena jalannya yang panjang curam menanjak plus sinyal ponsel yang sedang kurang bersahabat. Nyasar is my middle name, Kawan. Ehee…
“Selamat malam, Sayang, mau pesan apa? Kami ada es kopi candu asmara, es kopi asmara sayang, honeymoon pancake, cinlok asdfgh@#$%^&…”
Saya auto-geer ketika si mbak-mbak pegawai Kopi Asmara memanggil saya “Sayang” ketika ia hendak mencatat pesanan saya. Terus terang sudah lama sekali, sih, tidak ada yang memanggil saya “Sayang”. Saya biasanya dipanggil “Papah” (eh, enggak juga, ding! Wkwkk).
Ya, semua menu makanan dan minuman yang ditawarkan di Kopi Asmara ini memang menggunakan nama yang nyerempet-nyerempet asmara, seperti misalnya kasmaran, cinta, cemburu, lovely, dan lain sebagainya. Termasuk penggunaan “Sayang” untuk memanggil pelanggan-pelanggan mereka.
Menurut Nico Ahmad Vicario Sugiarto, Store Manager Kopi Asmara, hal ini memang disengaja, agar antara pelanggan dengan karyawan Kopi Asmara bisa lebih dekat (akrab) dan tidak ada batasan yang kaku.
“Filosofinya, kopi adalah universal. Sehingga dengan ngopi bareng, kita bisa menjadi dekat,” imbuhnya.
Kami berenam, yaitu termasuk Mas Jon, Kak Felix, Atik the Explorer, Mbakyu Sita, yang baru datang belakangan, manggut-manggut mendengar penjelasan Nico, panggilan akrab Nico Ahmad Vicario Sugiarto. Kedai kopi di tengah perkebunan warga yang jauh dari mana-mana ini rupa-rupanya memiliki konsep yang unik. Jadi bagi kamu yang pengen banget dipanggil “Sayang”, barangkali kedai kopi ini bisa jadi pilihan.
“Sayang, kuliti hatiku…”
Artinya: kulit (ayam) yang digoreng crispy lalu disiram dengan sambal bawang. Ehee…
Bukan cuma itu, selain bercengkrama dengan sesama Local Guides sembari mengisi malam Minggu dan icip-icip beragam kudapan lezat berselera, kami juga “setengah iseng” menjajal “FAACTS: Cara Asyik Menulis Ulasan di Google Maps ala Adrian Lunsong”.
F: Food & drink. Mengulas makanan dan minuman yang ditawarkan. Apakah enak? Porsi memadai? Adakah sentuhan kuliner tradisional? Dan lain sebagainya. A: Accessibility. Fasilitas ramah difabel. Ramp untuk pengguna kursi roda? Pegawai mampu berbahasa isyarat?
A: Ambiance. Atmosfer. Suasana tempat. Apakah suasananya nyaman? Betah? Tersedia penyejuk udara? Dekorasi interior? C: Cost. Apakah mahal? Atau murah? Untuk makan berdua bisa menghabiskan berapa rupiah? Dan seterusnya.
T: Tips. Kapan ada promo harga diskon? Happy hour? Rekomendasi meja/tempat duduk favorit? Dan S: Service. Kualitas pelayanan. Cekatan? Ramah? Dipanggil “Sayang”?
Dan metode FAACTS ala Adrian Lunsong ini ternyata cukup membantu. Secara sistematis kita bisa tahu aspek apa-apa saja yang musti kita masukkan ke dalam ulasan kita di Google Maps. Batasan ulasan minimum 200 karakter untuk beroleh poin bonus? Rasanya ini bisa dengan mudah terlampaui.
Namun karena ini adalah kali pertama kami mencoba metode ini, maka mohon dimaafkan ulasan yang ditulis masih terasa kaku dan kurang luwes. Pun aspek aksesibilitas yang belum menjadi standar pelayanan dan bangunan di sini, maka aspek aksesibilitas ini kami anggap “pupuk bawang”: kalau ada ya ditulis, kalau tidak ada ya sebaiknya tidak perlu menjadi nilai minus. Oke, sheyeng? :))
Waktu yang menyenangkan cepat berlalu. Tak terasa sudah hampir jam setengah sepuluh. Pantas saja udara makin dingin, dan jalanan di depan kedai kopi makin sepi. Pun Felix ponselnya sudah berdering sedari tadi.
“Ibu negara,” katanya.
Ya, sudah. Acara Meet Up “Malam Minggunya Malang Local Guides: Foodcrawl di Kopi Asmara” pun ditutup oleh Atik the Explorer. Kami pun berpisah kembali ke rumah masing-masing dengan sebuah janji untuk kembali mengagendakan Meet Up semacam ini di waktu yang akan datang, yang semoga tidak akan terlalu lama dan pesertanya bisa lebih banyak.
Akhirul kata saya, @iorikun301 , #ReporterAmbyar Malang Local Guides, mengucapkan banyak terima kasih untuk semua pihak yang telah menyukseskan Meet Up kali ini dan Anda, Sobat Local Guides, yang telah berkenan membaca Recap ini.
“Ngalemo, ngalem neng dodoku.
Tambanono roso kangen neng atiku.
Ngalemo, ngalem neng aku.
Ben ra adem kesiram udan neng dalu…”
(Banyu Langit — dipopulerkan oleh Didi Kempot)