Kota Semarang lebih dikenal dengan sebutan Kota Lumpia. Lumpia sendiri adalah makanan khas dari Semarang. Lumpia dibuat dari kulit tepung terigu dengan isian rebung (bambu muda). Teman-Teman Local Guides Semarang di Kota Semarang diundang untuk bergabung di acara walking tour di Pecinan Semarang yang diadakan TelusuRI.id. TeluRI sendiri adalah platform digital berupa website yang menampung cerita perjalanan mengenai Indonesia. Selain itu, TelusuRI juga sering mengadakan event tour di beberapa kota di Indonesia. Salah satu kota yang kerap mengadakan walking tour adalah Kota Semarang. Pada event ini TelusuRI juga berkolaborasi dengan digitiket.com.
Eksplore Pecinan yang dilaksanakan tanggal 8 februari 2020 lalu tujuannya untuk lebih mengenal Pecinan, melalui kuliner yang beragam serta bangunan khas pecinan yang bersejarah. Begitu masuk Pasar Gang Baru, kita mengamati Ibu-Ibu sedang memotong rebung (bambu muda) untuk diolah menjadi makanan, seperti sayur dan isian lumpia.
Selanjutnya kita mecoba dawet gempol yang dijual Si Mbah Riyanti. Dawet gempol berasal dari Pleret, Solo. Isiannya ada gempol yang berwarna putih, pleret yang berwarna pink yang dibuat dari tepung beras dan tepung singkong. Lalu dicampur dengan air santan kelapa dan gula jawa. Harganya IDR 5k saja. Rasa manisnya semanis senyuman Mbah Riyanti yang ramah.
Kuliner selanjutnya adalah pecel semanggi. Pecel yang asalnya dari Kota Pahlawan atau Surabaya ini sudah sangat terkenal. Pecel yang dibuat dengan semanggi (marsilea), tauge dan ketela rambat ini ditemani sambal yang terbuat dari campuran kacang tanah, gula jawa dan petis. Rasa pecel semanggi pedas manis karena ketelanya yang manis dan sambal kacang yang pedas. Teman-teman Local Guides Semarang cukup kesulitan mecoba makanan ini, karena tidak disediakan sendok. Untuk melahapnya, kita menggunakan daun yang dipincuk (dilipat dan disemat menggunakan lidi), atau juga bisa menggunakan lidi yang sudah dipotong kecil-kecil.
Kemudian kita mencoba kue moho dan kue ku (angku kwe). Kedua kue ini biasanya disajikan saat perayaan imlek. Namun di Pasar Gang Baru kedua kue ini sudah menjadi jajanan pasar sehari-hari yang bisa ditemui.
Pecinan juga menyipan banyak sejarah pada bangunannya yang masih berdiri megah. Pecinan memiliki sekitar 11 gang. Jadi kalau traveling di Pecinan memang cukup seru jika berjalan kaki. Pertama kita melihat Klenteng Sioe Hok Bio yang dibangun sejak abad 17. Kemudian kita melihat bangunan tua yang dulu dipakai sebagai ruko. Ruko yang memanjang ini mirip ruko di Guangdong, Tiongkok Selatan. Karena konon masyarakat Tionghoa di Pecinan, Semarang berasal dari sana. Bangunan tua bersejarah yang cukup terkenal lainnya adalah Klenteng Tay Kak Sie dan Kong Tik Soe, Klenteng Tan Seng Ong, Rumah Indo-Cina, Rumah Indies, Masjid Pekojan dan masih banyak lainnya.
Selain melihat bangunan, kita juga melihat aktivitas masyarakat Pecinan. Seperti melihat proses pembuatan rumah kertas dan bongpay (batu nisan). Pembuatan rumah kertas berada di gang cilik. Rumah kertas adalah rumah yang dibuat dari kertas. Rumah kertas didesain mirip rumah asli lengkap dengan swemming pool dan aksesoris mobil hingga perabotan rumah. Masyarakat Tionghoa percaya jika rumah kertas dibuat untuk dikirimkan kepada leluhur yang sudah meninggal. Harga rumah kertas dibanderol mulai dari IDR 2 jutaan. Bongpay adalah batu nisan dengan tulisan Tionghoa (berisi 3 bagian: bagian atas tertulis asal kampung halaman dan urutan generasi almarhum, bagian tengah berisi nama almarhum, bagian kiri tertulis keterangan anak atau keturunan, bagian kanan tentang tanggal kematian dan tanggal kelahiran).
Setelah melihat aktivitas masyarakat, kita menutup pertualangan ini dengan makan siang di Restoran Ny. Oei Tjay Ek Air Mancur. Menu khas di Restoran Ny. Oei Tjay Ek Air Mancur adalah lontong opor dan manisan. Manisan adalah irisan mangga muda, temulawak dan pala yang disajikan segar atau mentah.