Konon, mi instan yang dibeli di warung makan indomie lebih nikmat ketimbang mi yang dimasak sendiri. Kami memesan seporsi mi instan rebus di Kayungyun Batu dan coba membuktikan sendiri kebenaran legenda itu.
_______
MENCICIPI INDOMIE KAYUNGYUN YANG KONON LEBIH ENAK KETIMBANG BIKINAN SENDIRI
**Penulis: @iorikun301 **
TAK sedikit orang yang meyakini bahwa indomie (penyebutan lazim untuk mi instan; majas metonimia__*__) Kayungyun (jaringan rumah makan tradisional; warung makan indomie) punya rasa yang lebih enak ketimbang mi instan bikinan sendiri. Kami tidak percaya!
Hingga suatu siang ketika sedang berkendara dan berhenti di lampu merah…
Kukuruyuukk!!
Perut kami berbunyi! Begitu kencang hingga kami kaget sendiri. Kami melirik ke arah manusia silver yang berdiri mematung di tengah jalan. Bayangan tubuhnya nyaris tak kelihatan! Barangkali memang sudah “waktunya?”
5… 4… 3… 2…
Hitung mundur lampu merah belum genap berubah hijau ketika kami memelintir gas Vespa dalam dalam. Ban berdecit, Vespa melejit (tapi bohong), asap kelabu khas mesin 2 tak tebal membumbung menambah efek dramatis! Karena kami tahu, 50 meter di depan sana ada warung Kayungyun Batu dengan menu kopi dan indomie.
Gas ngeengg!!
LEGENDA INDOMIE PALING NIKMAT SEDUNIA
Kami belum pernah ke Amerika. Jadi kami tak tahu seperti apa rasa indomie di negeri Paman Sam itu. Atau ke Belanda, Argentina, pun Nigeria. Adakah indomie di sana? Tapi kami yakin bahwa mi instan adalah comfort food paling nikmat di dunia, dengan indomie Kayungyun, katanya, ada di puncak tahta.
“Indomie rebus satu, Abang. Yang rasa soto,” ujar kami kepada penjaga Kayungyun dari balik etalase.
“Pakai telur?”
“Ya!”
Mumpung masih ada sisa honor bulan ini, mari kita pesan menu yang sedikit mewah: mi instan rebus dan telur! Hitung hitung berkontribusi memutar roda perekonomian bisnis lokal.
Sambil menunggu pesanan kami datang, kami memotret warung Kayungyun dari semua sisi. Dari depan, dari meja sambil tiduran, dari balik tumpukan mi dan gantungan kopi sachet, dan sebagainya. Sekadar informasi kami sudah meminta ijin untuk memotret warungnya.
“Biasa. Untuk Instagram dan Google Maps, Abang!?” kata kami. Kami ragu ia tahu tentang Connect, jadi kami memilih untuk tidak menyebutnya.
Tak sampai 5 menit pesanan kami diantar ke meja. Kopi hitam manis dan indomie rebus dengan telur (poached egg). Yang menarik, kecuali aroma kopi, hidung kami tak mencium aroma khas mi instan yang baru matang. Bukan apa apa, itu karena bumbu minya ada di dasar mangkuk dan belum diaduk. Pengunjunglah yang mesti mengaduknya sendiri!
(Pengakuan dosa: Beberapa tahun lalu, ketika untuk pertama kalinya kami mencicipi indomie Kayungyun, kami sempat senewen karena kami merasa indomie pesanan kami hambar tak ada rasa. Ternyata bumbunya cuma belum diaduk saja)
Kami menambahkan sesendok besar sambal ke atas mi dan mengaduknya rata. Aroma cabai seketika menggelitik indra penciuman. Untungnya tidak sampai bersin. Ketika kami seruput sedikit kuahnya, uh… tercecap rasa soto yang medok berpadu gurih bubuk koya__**__ dan pedas sambal cabai Kayungyun yang khas.
Kami gulung mi di garpu, celup celup sebentar di kuah kaldu, lalu hirup kuat kuat seperti sedang menyantap ramen Jepang. Sluurrpp!!
Mi yang matang sempurna, kenyal, kuah kental soto yang medok melapis tiap untai mi, pedas cabai panas menyengat, sedikit potongan sawi, lumatan kuning telur menambah sensasi tebal berlemak. Kami mengusap titik titik keringat yang muncul tak diundang di kening dan di atas bibir. Sungguh nikmat cita rasa surgawi.
Lalu benarkah indomie Kayungyun lebih nikmat ketimbang mi instan bikinan sendiri? Sebagai penggemar JKT48, maksud kami penggemar mi instan, kami bisa bilang: Ya! Legenda itu benar adanya!
SANG RAJA YANG INGIN KEMBALI BERTAHTA
Di kota ini Kayungyun pernah meraja. Setidaknya hingga 3 tahun lalu, ketika seseorang mengetikkan “Kayungyun” di kolom pencarian Google Maps, niscaya layar gawainya akan dipenuhi oleh pin lokasi Kayungyun. Di sekitar Karangploso dan Pendem, Batu, ini saja ada 4 warung Kayungyun. Konon, pengelola warung warung Kayungyun ini masih satu keluarga besar.
Kami masih ingat, di tahun tahun itu Kayungyun hampir selalu ramai dengan pengunjung yang memesan segelas kopi, menyalakan sebatang rokok, dan duduk berlama lama bermain game online di ponsel, lengkap dengan sumpah serapah yang khas. Namun kemudian keadaan berubah. Satu per satu warung Kayungyun berhenti beroperasi. Entah untuk alasan apa.
“Di sini (Karangploso dan Batu) tinggal ini saja (warung Kayungyun yang masih beroperasi),” terang si penjaga warung.
Layar Google Maps di gawai kami berulang kali menunjukkan gambar piring terbang dan tulisan “no results found” tiap kami mengarahkan pencarian ke area di mana warung Kayungyun dulu pernah berada.
Hingga pada satu waktu pengelola warung Kayungyun mulai berbenah. Warung dibuat lebih tertata dan nyaman. Dinding dipoles warna hijau yang khas dan warna warni indomie yang mudah dikenali, menambah aksen dinding bambu bervernis, kursi diganti baru, dan banyak lagi.
Perlahan Kayungyun mulai ramai kembali. Menurut data Google Maps, umumnya pengunjung menghabiskan waktu sekitar 15 menit di tempat ini, dengan puncak pada hari Minggu antara pukul 5 sore hingga 8 malam.
“Nayamul (Jv. lumayan) untuk sebuah warung pinggir jalan. Ada televisi besar untuk numpang nonton. Cocok untuk sekadar ngopi ngopi biasa selepas makan siang, atau kalau ingin kudapan ringan yang sedikit berat,” ulas salah seorang Local Guides.
Jadi, bagaimana? Ingin membuktikan sendiri kebenaran legenda indomie Kayungyun itu? Pesan kami cuma satu: Jangan kalap menambahkan sambal. Pedas!
*) Majas Metonimia: Majas yang berupa pemakaian nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang, atau hal sebagai penggantinya (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima; KBBI V).
**) Koya: Campuran tumbukan kerupuk udang, parutan kelapa, bawang putih, dan sebagainya biasa ditabur di atas soto, digunakan sebagai penyedap (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima; KBBI V).