Donat Kampung

Halo, apa kabar?

Kalau biasanya kue yang saya beli ketika sedang pergi berbelanja ke pasar tradisional di dekat rumah saya di Lawang, Jawa Timur, adalah jenis kue-kue tradisional seperti weci, kucur, atau tahu brontak, maka hari ini sedikit berbeda. Alih-alih membeli kue tradisional, saya membeli kue yang amat populer di seluruh dunia. Saya membeli donat.

Menurut beberapa literatur yang saya baca, konon kue donat sudah ada sejak 8.000-5.500 tahun sebelum Masehi, di era penemuan tembikar. Dengan ditemukannya tembikar, manusia mulai mengembangkan teknik memasak baru dengan menggunakan minyak panas. Alias menggoreng.

Salah satu bahan makanan yang mereka goreng, barangkali, termasuk adonan tepung gandum yang dicampur dengan sedikit air. Adonan tepung gandum dan air yang digoreng inilah yang kemudian kita kenal dengan nama donat. Coba bayangkan, sebelum masa penemuan tembikar dan teknik menggoreng, boleh jadi donat dimasak dengan cara: dilihatin terus sampai donatnya sungkan dan matang sendiri. #gagituiorikun301

Lalu apa yang menarik dari donat yang ada di kampung saya di Lawang, Jawa Timur, ini?

Jawabannya: sederhana. Donat yang ada di kampung saya ini sederhana. Ora neko-neko (Indonesia: tidak kucing-kucing). Hanya adonan tepung yang dibentuk bulat, diberi lubang di tengahnya, digoreng di dalam minyak banyak (deep fried), lalu diberi taburan meises cokelat atau gula bubuk di atasnya. Sudah.

Tidak ada donat dengan taburan bubuk teh hijau, kacang almon panggang, atau caramel glaze. Tidak ada (kecuali kalau Anda pergi ke gerai donat modern yang ada di kota, di sana baru ada donat dengan rupa-neka taburan β€”Red.).

Pun donat yang ada di kampung saya bentuknya selalu bulat, dengan lubang di tengahnya. Karena kalau ada β€œdonat” yang bentuknya selain demikian, patut diduga bahwa penganan tersebut bukanlah donat melainkan roti goreng.

Donat yang saya beli di penjual kue di pasar tradisional di dekat rumah saya di Lawang, Jawa Timur, ini dibandrol dengan harga yang cukup terjangkau, di. Dua ribu rupiah sebuah. Dan ketika coba disantap, di lidah akan terasa tekstur luar donat yang renyah dan gurih, lembut dan berongga di bagian dalam, lalu disusul dengan rasa meises cokelat yang manis dan tebal. Nikmat.

Yang menarik, kendati donat merupakan penganan yang amat laris, namun di pasar tradisional di dekat rumah saya di Lawang, Jawa Timur, tidak ada toko/penjual kue yang khusus berjualan donat. Donat selalu dijajakan bersandingan dengan kue-kue yang lain. Padahal kue kucur, misalnya, ada penjual yang khusus berjualan kue ini. Juga serabi, maupun jajan campur. Dan,

Dan, walaupun sama-sama terbuat dari adonan tepung yang digoreng, namun donat juga tidak pernah terlihat dijual di lapak cakwe dan roti goreng. Padahal kalau adonan roti gorengnya dibentuk bulat dan diberi taburan meises cokelat, maka jadilah ia donat. Katanya.

Begitulah cerita saya tentang donat yang ada di kampung saya di Lawang, Jawa Timur. Penganan nikmat yang entah sudah sejak kapan ada di nusantara. Terima kasih sudah membaca. Lain kali kita cerita-cerita lagi. Salam!

β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”
TRIVIA:
Menggigit sedikit bagian pinggir donatnya tidak akan membuat kue ini dibandrol lebih mahal. Gimmick semacam ini hanya berlaku pada produk buah-buahan. Semangka merah tanpa biji, misalnya. Atau pepaya.

12 Likes

Hey @iorikun301

Nice and yummy looking donut thanks for sharing it with us. It’s quite historical as well which makes it good :+1:t4:

Will like to invite you to view my #August monthly topic post please feel free to let us know if you like or not.

Thanks

1 Like

Hi, @SholaIB

Thank you for read my story.

And your story about trees in your country is great too :smiling_face::smiling_face: