Sebenarnya, acara ini tercetus dari keinginanan teman-teman anggota Batu Local Guides untuk mengunjungi saya yang pindah tugas ke Banyuwangi, sekaligus memotret spot-spot wisata dan kuliner yang ada di Kabupatan Banyuwangi. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan, acara dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2020, selama 3 hari. Tentu saja, dalam acara ini, protokol kesehatan tetap dipatuhi, dengan mewajibkan seluruh peserta memakai masker selama kegiatan berlangsung, dan sebisa mungkin menjaga jarak dan mencuci tangan di setiap kesempatan. 15 local guides mendaftarkan diri untuk ikut dalam acara kali ini, yang berasal dari Kota Batu, Malang, Blitar, dan Surabaya.
Hari pertama
Memulai perjalanan di hari pertama, seluruh peserta berkumpul di basecamp Indonesia Local Guides di Malang pada hari Rabu malam, 10 Maret 2021. Seluruh peserta diwajibkan untuk hadir 1 jam sebelum jam keberangkatan, di mana mobil Hiace telah dipersiapkan untuk berangkat pada jam 12 tengah malam. Satu per satu peserta berdatangan dengan membawa perlengkapan masing-masing untuk 3 hari kegiatan. Tepat sebelum jam 12 malam, seluruh perlengkapan sudah dimuat ke dalam mobil, dan peserta memulai perjalanan menuju Kabupaten Banyuwangi yang berjarak 276 kilometer. Tidak banyak yang bisa diceritakan selama perjalanan panjang ini, karena hampir seluruh peserta lebih memilih untuk istirahat sebagai persiapan fisik untuk mengikuti kegiatan berikutnya. Sekitar jam 6 pagi, peserta sampai di Warung Asri untuk sarapan bersama dan membersihkan diri. Warung ini cukup popular di kalangan masyarakat, namun sayang tidak terlihat rating dan ulasan di Google Maps.
Setelah puas menikmati sarapan, pada jam 7.30, peserta bergerak menuju Taman Nasional Baluran. Di pos tiket, setiap peserta harus membayar tiket masuk sebesar 18.500 rupiah. Di sini, peserta bisa menikmati pemandangan alam yang luar biasa, mulai dari Menara Pandang, Savana Bekol hingga Pantai Bama, sepanjang 15 kolimeter. Beruntung sekali, di perjalanan kali ini, peserta bisa melihat sekawanan rusa yang sedang melewati savanna, titik dimana peserta sedang berburu foto saat itu. Di Pantai Bama, terdapat beberapa warung makanan yang bisa dijadikan tempat istirahat bagi pengunjung sambil menikmati suasana pantai yang indah. Namun, kawanan monyet yang ada di sini cukup menakutkan, karena akan merampas makanan apa saja yang terlihat dibawa pengunjung yang baru datang. Tidak ada papan peringatan atas kondisi tersebut, kecuali adanya satu bangunan berpagar anyaman kawat yang bisa dipergunakan untuk beristirahat dan makan siang, tanpa terganggu oleh kawanan monyet-monyet tersebut.
Sekitar jam 11 siang, peserta mulai meninggalkan Kawasan Taman Nasional Baluran, untuk menuju Warung Mie Pangsit Rinjani. Tempat ini menjadi favorit bagi para wisatawan yang berburu menu khas Banyuwangi. Sesampainya di tempat ini, peserta pun segera memesan berbagai menu yang ditawarkan, mulai dari Mie Pangsit, Mie Ayam, Rujak Soto, dan juga Bakso Mercon. Setelah puas menikmati makan siang di warung ini, peserta bergerak menuju basecamp Banyuwangi Local Guides. Sekitar jam 13.45, peserta sampai di basecamp untuk beristirahat setelah menempuh perjalanan panjang yang cukup melelahkan.
Setelah cukup beristirahat, sekitar jam 16.40, peserta menuju Kawasan wisata Pantai Boom Marina Banyuwangi yang dikelola oleh PT Pelindo Properti Indonesia (Grup Pelindo III). Tiket masuk Kawasan ini adalah sebesar 10.000 rupiah. Tidak terlalu banyak spot yang cukup menarik di sini, selain Jembatan Wisata Pantai Boom yang menjadi spot foto instagramable bagi pengunjung. Titik Boom Eco Adventure Park, di seberang jembatan, terlihat tidak terawat dan terkesan agak menyeramkan menjelang petang. Di bagian selatan, terdapat bangunan tua bekas gudang di jaman Belanda, yang dihiasi lampu warna warni. Di bagian tengah, terdapat restoran mewah Banyuwangi International Yacht Club. Suasana restoran ini bertolak belakang dengan suasana musholla di seberangnya, yang terlihat using dan kurang terawat. Mungkin beda pengelola, namun keduanya berada dalam satu kawasan yang sama, Pantai Boom Marina Banyuwangi. Setelah menyempatkan diri sholat di musholla ini, kami pun meninggalkan kawasan ini untuk menuju Café Only Me, café dimana kami berjanji temu dengan komunitas Banyuwangi Local Guides untuk saling berbagi pengalaman sebagai sesama Local Guides.
Di Café Only Me, kami disambut dengan ramah oleh pemiliknya. Kami dipersilahkan untuk menempati spot outdoor di belakang, yang cukup luas dan bisa menampung cukup banyak pengunjung. Peserta pun mulai memesan makanan dan minuman sambal menunggu kedatangan para anggota Banyuwangi Local Guides. Makanan disajikan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Beberapa anggota Banyuwangi Local Guides mulai berdatangan. Setelah selesai makan dan semua peserta telah berkumpul, kami pun memulai acara sharing yang juga bisa disimak oleh pengunjung lainnya. Dalam acara sharing kali ini, dikemukakan bagaimana berkontribusi sesuai yang disarankan oleh Google, mulai dari bagaimana menulis ulasan yang kredibel, menambahkan foto yang bagus dan informatif, dan yang tidak kalah pentingnya bagaimana memperbaiki data-data titik yang ada di Google Maps agar lebih bermanfaat dan membantu orang banyak. Satu lagi yang perlu diketahui adalah bagaimana cara menambahkan titik yang benar, terkait dengan akun pengguna dan juga linimasa pengguna. Peserta pun dengan antusias bertanya sesuai dengan pengalaman kegagalannya dalam menambahkan satu titik. Acara sharing ini berakhir pada jam 20.30, dimana anggota Banyuwangi Local Guides kembali ke tempat masing-masing, dan kami menuju basecamp untuk beristirahat.
Hari Kedua
Di hari Jum’at, tanggal 12 Maret 2021, agenda pertama hari itu adalah mengunjungi Kawasan wisata De Djawatan, yang dikelola oleh Perhutani Banyuwangi sejak tahun 2018. Kawasan seluas 3,8 hektar ini mirip dengan hutan di film Lord Of The Rings. Nama De Djawatan sendiri dipergunakan untuk mengingatkan kejayaan perum Perhutani dahulu, yang bernama Djawatan Kehutanan. Di spot ini, peserta menyebar ke berbagai titik untuk berburu foto terbaik. Sebagian lagi memilih untuk bersantai terlebih dahulu di Munggur Café. Memasuki waktu sholat Jum’at, peserta laki-laki berjalan kaki menuju Masjid Jami’ Al-Falah Benculuk, sementara peserta perempuan menunggu di Munggur Café sambil menikmati makan siang. Setelah selesai waktu sholat Jum’at dan semua peserta sudah selesai makan siang, perjalanan dilankutkan menuju Pantai Kedung Derus, pantai yang baru dibuka dan dikelola oleh Pokdarwis Desa Pondoknongko Banyuwangi.
Sekitar jam 13.35, peserta sampai di Parkir Motor / Mobil Wisata Kedung Derus dalam kondisi hujan deras. Saya yang terlebuh dahulu sampai, berteduh di dalam perahu yang akan mengangkut peserta untuk menyeberang ke Kawasan Panta Kedung Derus. Setelah hujan agak sedikit reda, peserta pun menuju perahu, sementara beberapa lainnya memilih untuk menunggu di dalam mobil. Hujan siang itu menghantar perjalanan kami menyeberangi sungai menuju pantai. Kami bersyukur, sesampainya di pantai, hujan telah mulai reda. Peserta mulai berburu foto di beberapa titik pantai yang telah dilengkapi dengan gazebo-gazebo unik, spot foto perahu, dan fasilitas beberapa toilet, dan musholla. Sekitar jam 15.15 bergeser menuju tempat Produksi Gula Semut dan Gula Merah yang terletak di desa yang sama. Di sini, kami melihat secara langsung industri rumah tangga yang mengolah dari bahan kelapa untuk dijadikan gula merah. Meski tempatnya cukup sempit, peserta dengan antusias berebut mengambil gambar. Salah satu peserta bahkan berpose solah-olah menjadi pekerja industri tersebut ketika mengaduk gula merah di atas wajan yang panas, sambil bertingkah lucu. Jadilah sore itu sore yang seru penuh canda tawa dari peserta yang hadir. Gula merah yang diproduksi sore itu, lantas kami beli seluruhnya untuk dibawa pulang.
Jam 16.30, peserta meninggalkan Desa Pondoknongko menuju Pusat Oleh-Oleh Osing Deles. Di sini peserta membeli berbagai macam produk kerajinan maupun makanan ringan yang bisa dijadikan oleh-oleh untuk sanak keluarga di rumah masing-masing nantinya. Setelah puas berbelanja, peserta menuju warung Sego Tempong Mbok Wah untuk makan bersama, hingga jam 18.00 ketika kembali ke basecamp untuk istirahat guna persiapan kegiatan berikutnya mendaki Gunung Ijen.
Hari Ketiga
Kegiatan di hari ketiga ini adalah kegiatan puncak yang ditunggu-tunggu oleh peserta, yaitu mendaki Gunung Ijen, yang tingginya sekitar 2.700 meter di atas permukaan laut dan berada di wilayah Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi. Taman wisata alam ini dikelola oleh BBKSDA Jawa Timur di bawah Kementeterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Obyek wisata yang ada di sini adalah Kawasan Paltuding, Pondok Bunder, dan Danau Kawah Ijen yang merupakan kawah terbesar dan terasam di dunia.
Tepat jam 12 malam, kami bergerak dari basecamp menuju Paltuding, yang berjarak sekitar 33 kilometer dari basecamp. Jalan raya yang kami lalui relatif sepi, dan tidak terlalu banyak kendaraan yang melintas. Setelah melintasi Rest Area Jambu, mobil kami dihentikan oleh beberapa orang yang berkumpul di pos penjagaan di pinggir jalan, untuk dikenakan tiket sebesar 5.000 per orang. Di tiket tertulis Desa Wisata Tamansari, Sponsor By majestic banyuwangi. Tidak tercantum alamat dan nomor pengelola. Kalau memang itu resmi, kami tidak berkeberatan. Namun yang menjadi pertanyaan, baru kali ini kami dikenakan tiket ketika melintas (tidak berkunjung) ke satu desa wisata. Mungkin ini akan bisa menjadi bahan diskusi yang menarik bersama beberapa desa wisata yang telah kami berikan dukungan teknis terkait optimasi pemasaran melalui Google Maps.
Sampai di Paltuding sebelum jam 2 pagi, baru diketahui bahwa informasi yang kami dapat sebelumnya ternyata benar, bahwa jalur pendakian baru akan dibuka jam 3 pagi. Kami pun memilih tempat di Warung Bu Im untuk menunggu waktu portal dibuka, sambil memesan kopi panas dan makanan ringan. Di samping warung ini disediakan perapian juga, sehingga kami bisa menghangatkan badan di tengah udara dingin 12 derajat Celcius. Menjelang jam 3, kami menuju gerbang untuk membayar tiket sesuai dengan peserta yang sudah kami daftarkan secara online. Sahabat kami dari Banyuwangi Local Guides juga tampak hadir bergabung bersama kami untuk mendaki Gunung Ijen. Memasuki rute pendakian, kami berjalan beriringan sambil menyalakan head lamp dan juga senter. Belum jauh kami berjalan, di belakang kami menyusul beberapa pria yang menawarkan jasa mengangkut pengunjung dengan gerobak dorong seharga 600.000 rupiah sampai puncak Gunung Ijen. Namun kami semua telah bersepakat untuk berjalan kaki sampai puncak. Sekitar jam 5.15 kami mulai menapaki puncak Gunung Ijen. Lelah selama jalan kaki pun terbayar sudah dengan keindahan panorama Kawah Ijen yang luar biasa. Peserta mulai membuka bekalnya masing masing untuk mengisi perut yang mulai lapar. Sebagian tidak sabar untuk berburu foto ke setiap sudut puncak yang pagi itu ramai dengan pengunjung dan para pencari belerang. Setelah puas berburu foto dan menikmati panorama Kawah Ijen, kami bergerak turun ke area parkir Paltuding. Tidak terlalu lama waktu dibutuhkan untuk berjalan turun, dibandingkan waktu perjalanan naik. Di Paltuding, kami kembali berkumpul di Warung Bu Im untuk sarapan sambil beristirahat sebentar sembari menunggu rekan local guides lain yang belum sampai. Setelah semua peserta sampai di sini dan puas menikmati sarapan, kami bergerak meninggalkan Paltuding untuk menuju Kawasan wisata Taman Gandrung Terakota.
Jam 10 lewat, kami sampai di kawasan wisata Taman Gandrung Terakota. Sepertinya belum banyak pengunjung yang datang. Di sini kami membeli tiket masuk seharga 10.000 per orang. Memasuki tempat wisata ini, kami disambut dengan pertunjukan tarian Gandrung Banyuwangi. Dua orang penari membawakan tarian dengan lemah gemulai diiringi musik tradisional. Setelah usai, masih ditambah dengan satu tarian lagi, namun kali ini kedua penari tersebut mengajak pengunjung untuk menari bersama dengan cara dikalungi selendang merah. Sungguh menyenangkan. Setelah puas menikmati pertunjukan tari gandrung, kami menjelajahi Kawasan Taman Gandrung Terakota dan berburu foto di beberapa sudut, hingga jam 11.30, dimana kami melanjutkan perjalanan menuju warung Sego Tempong Mbok Wah untuk makan siang.
Jam 12.25, kami sampai di warung tersebut. Suasana cukup ramai. Beberapa meja yang telah kosong, masih menyisakan piring-piring kotor bekas pengunjung sebelumnya. Hanya ada satu pelayan yang bertugas membersihkan meja-meja tersebut. Menu tidak disajikan dalam bentuk buku menu yang bisa dipilih oleh pengunjung, namun dipilih langsung di depan sebelah kasir. Untuk itu, pengunjung harus antri satu per satu. Cukup lama untuk menunggu giliran, karena satu antrian kadang memesan untuk beberapa orang. Hingga tiba giliran saya dan istri, memesan tiga porsi makanan, yang kemudian kami tunjukkan ke kasir untuk dihitung sekaligus memesan minuman. Saat itu kami hanya memesan minuman the es dan jeruk hangat, agar tidak terlalu lama menunggu. Saya bersama istri dan anak menikmati menu makan siang sambil menunggu minuman diantar ke meja kami. Peserta lainnya duduk di beberapa meja terpisah. Sampai saat makanan kami habis, minuman ternyata belum datang juga. Sepertinya, saya tidak berani merekomendasikan tempat ini untuk tamu kami berikutnya yang berkunjung ke Banyuwangi. Setelah selesai makan siang, peserta pun bergerak kembali basecamp untuk persiapan pulang kembali ke Malang.
Tibalah waktu berpisah, ketika para peserta harus kembali ke Malang jam 4 sore itu. Waktu tiga hari sepertinya masih belum cukup. Namun kami memiliki jadwal yang harus kami penuhi. Semuanya pun berpamitan untuk kembali ke Malang. Kenangan selama berada di Banyuwangi dan di basecamp Banyuwangi Local Guides semoga menjadi cerita yang indah untuk dikenang kembali. Terima kasih kepada semua anggota Batu Local Guides dan Banyuwangi Local Guides yang sudah meluangkan waktunya untuk menghadiri acara ini. Sampai berjumpa kembali di acara seru berikutnya.
Salam, Brian