Sebagai pengguna Google Maps yang setia, saya selalu menggunakannya sebagai rujukan untuk bepergian, terutama untuk daerah yang belum pernah saya kunjungi.
Selain itu berjalan kaki juga menjadi kebiasaan saya.
Hari Sabtu lalu tanggal 19 November 2022 saya mendapat undangan setelah terpilih dari 1.116 peserta yang melamar. Dari Bogor saya menggunakan travel Shuttle pertama jam 4.45 pagi menuju Bandung.
Walau istri saya telah menyediakan sarapan di dinihari namun sesampai di di Lintas Shuttle Dago Point Bandung jam 09.15 perut keroncongan, jalan menyusuri kampus Unikom saya lihat Warung Nasi SPG , mampir untuk menikmati nasi hangat , nila goreng dan dua potong tempe goreng. Wah nikmat rasanya.
Setelah ngobrol dengan tukang parkir dan pedagang pinggir jalan dan beberapa pengemudi ojek on line diputuskan untuj jalan menuju Jalan Siliwangi untuk naik angkot ke Ledeng lalu lanjut ke Ballroom nya Gumilang Regency Hotel.
Mulai cerita yang mengasyikan.
Di Angkot saya dan rekan Bobby @bobbyprabawa yang juga Local Guides ngobrol dengan seorang ibu , kami berdua menjelaskan akan pergi ke Gumilang, ibu menyarankan untuk naik angkot L 300 , kebetulan Ibu akan ke Lembang maka disarankan untuk bersama sama saja
Saya intip Google Maps hanya sekitar 27 menit untuk jarak 1,7 km.
Pikiran saya membayangkan seperti berjalan kaki dari Terminal Baranangsiang menyusuri jalan Pajajaran dimana banyak hotel hotel berbintang yang memiliki convention Hall.
Ibu itu mengajak naik angkot, bahkan menjelaskan pada supir bahwa tujuan kami berdua adalah ke Gumilang Regency Hotel, dengan santun supir dan ibu itu mengajak kami berdua berkali kali, namun kami menolaknya secara halus.
Mulailah bagian yang mendebarkan.
Jalan kaki dengan gagahnya kearah atas, Google Maps tidak saya lihat lagi karena jalur pejalan kaki tidak cukup untuk kami berdua berjalan beriringan.
Deru bis bis besar melewati kami dengan jarak hanya sejengkal dari bahu kanan saya.
Melihat keatas, ada tikungan, harapannya setelah tikungan tentu jalan mendatar atau menurun, kenyataannya menanjak lagi.
Melihat nomer nomer di jalan Setiabudi, ternyata tidak berurutan.
Jantung mulai memompa darah lebih cepat, keringat mulai keluar, kaos tebal lengan panjang mulai terasa panas, namun tanjakan dan deru bus serta angkot L - 300 semakin sering terdengar menyusul.
Masih belum terlihat. Walau sudah mulai banyak hotel di kiri kanan jalan namun tujuan kami belum terlihat.
tanjakan, tikungan, tanjakan dan tikungan lagi, nomer memang dengan jelas terpampang namun 323 yang kami cari belum juga nampak.
Setelah hampir putus asa antara terus jalan atau menyerah untuk cegat angkot.
Namun rupanya gengsi lebih menguasai saya terutama, Bobby mulai pendiam.
Ada rasa bersalah mengajak Bobby masuk dalam penderitaan ini.
Begitu melihat billboard dengan nama jelas terpampang, bak menemukan oase di padang gurun.
Akhirnya sampai juga.
Dada masih berdegup keras ketika kami duduk di Lobby Hotel.
Pengalaman 1,7 km yang tak terlupakan.
Cerita ini menjadi ice breaking saya ketika berkenalan dengan peserta dari Cirebon, Lembang dan Jakarta.
Apakah pak @PaDeSSo pernah melibas rute ini dengan sepeda kesayangan anda ?
Pasti Bapak senyum senyum baca cerita ini ya ?
Sesampainya di Ledeng